Ketua Umum APINDO yakni Ibu Shinta W. Kamdani menjadi pembicara dalam Seminar Nasional ISEI 2024 dengan tema “Memperkuat Fondasi Transformasi Ekonomi dan Kebijakan Publik yang Inklusif dan Berkelanjutan” dengan membawakan insight yang menarik dari dunia usaha.
Sebesar 45% aktivitas ekonomi Indonesia bergantung pada tiga sektor utama, yaitu pertanian, pengolahan, dan perdagangan, tetapi terus mengalami pertumbuhan di bawah rata-rata nasional. Pertanda ini harus diwaspadai karena berlanjutnya tren ini dapat mengakibatkan dampak negatif yang lebih luas pada perekonomian. Perlambatan pertumbuhan dapat mempengaruhi sektor lain seperti investasi dan tenaga kerja, yang pada gilirannya dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 memiliki multiple down-side risks seperti eskalasi & proliferasi konflik geopolitik, Suku bunga global cenderung dipertahankan di level yang tinggi (higher for longer), Bencana terkait perubahan iklim (seperti El Nino) & fragmentasi perdagangan global (tren friend-shoring). Berdasarkan survei roadmap perekonomian APINDO 2024-2029, mayoritas perusahaan (61,62%) meyakini bahwa perusahaan mereka dapat tumbuh diatas 3% selama lima tahun kedepan, (22,93%) menilai tumbuh dibawah 3%, dan (15,45%) menilai tidak akan tumbuh/justru turun selama 5 tahun kedepan.
Asia kini menjadi pusat ekonomi global, dengan tiga negara utama, yaitu Tiongkok, India, dan Indonesia namun Indonesia perlu memperkuat kerjasama perdagangan intra-ASEAN, mendorong integrasi ekonomi yang lebih erat di Asia. Tetapi tantangannya adalah ekonomi Indonesia yang tergolong high cost & kurang kompetitif di kawasan.
Tantangan lainnya adalah perubahan demografi negara maju yang semakin menua, tetapi Indonesia dipimpin milenial. Tetapi sebanyak 9,9 juta generasi Z tidak bekerja dan tidak kuliah (menganggur). Padahal, generasi Z adalah kelompok usia yang akan secara langsung akan menghadapi dan menjadi penentu Indonesia Emas 2045.
Terdapat 2 snapshot dalam roadmap perekonomian APINDO yang pertama adalah fokus pada invstasi sektor jasa di Indonesia tetapi dalam pengembangannya sektor jasa-jasa Indonesia belum mempunyai kemampuan, investasi dan pergerakan tenaga profesional asing di sektor jasa. Alih pengetahuan dan teknologi, terutama untuk jasa-jasa manufaktur, sektor energi terbarukan, pertanian-perkebunan-perikanan, infrastruktur & logistik.
Kedua, adalah penyerapan tenaga kerja dimana Pemerintah terus memacu investasi dalam beberapa tahun terakhir, penciptaan lapangan kerja justru turun signifikan, meskipun daya serap tenaga kerja kembali meningkat setahun terakhir (sedikit/tidak signifikan). Hal tersebut tidak lepas dari pergeseran perekonomian Indonesia yang menunjukkan kecenderungan penyusutan daya serap tenaga kerja kita yang tinggal ‘seperempat’ hanya dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir.
Maka dari itu, diperlukan kepastian hukum serta perbaikan kelembagaan dan koordinasi; kebijakan terkait peren teknologi dan SDM untuk mendukung lompatan produktivitas; optimalisasi kebijakan indsutri, perdagangan, investasi, dan persaingan yang sehat; adopsi ESG oleh bisnis dan pengembangan industri hijau; dan keberadaan infrastruktur, transisi energi, dan tersedianya sarana dan prasarana digital.