Pendidikan Membumi
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia.” – Nelson Mandela.
Kalimat singkat ini terasa begitu kuat. Ia mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan sekadar urusan bangku sekolah, ujian, atau deretan gelar, melainkan jalan panjang untuk membangun peradaban. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, juga pernah menegaskan bahwa pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka bisa hidup selamat dan bahagia sebagai manusia dan anggota masyarakat. Pendidikan selalu menjadi lokomotif peradaban dan tulang punggung pembangunan ekonomi. Tema Warta ISEI Edisi Agustus 2025 "Pendidikan Membumi" dapat menjadi inspirasi untuk membahas tentang pentingnya pendidikan dalam berbagai jenjang dan profesi yang relevan, efektif, dan berdampak pada masyarakat.
Ki Hajar mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak boleh tercerabut dari masyarakat. Pendidikan sejatinya adalah bagian dari kebudayaan—usaha untuk menumbuhkan budi pekerti, melatih pikiran, sekaligus menguatkan jasmani. Karena itu, pendidikan seharusnya membantu anak tumbuh utuh: cerdas akalnya, halus budinya, kuat raganya, dan peka terhadap lingkungannya.
Namun, realitas di lapangan masih jauh dari cita-cita itu. Jurang kesenjangan antarwilayah masih terasa. Di kota besar, sekolah-sekolah penuh fasilitas modern: laboratorium lengkap, internet cepat, hingga ruang kelas nyaman. Sementara di pedalaman, ada sekolah yang bahkan kekurangan guru, apalagi fasilitas. Sistem pendidikan kita juga masih sering menekankan hafalan dan ujian, sehingga anak-anak terjebak dalam rutinitas angka tanpa banyak ruang untuk berkreasi, berempati, atau berpikir kritis.
Di sisi lain, teknologi dan globalisasi memberi peluang besar, tapi juga ancaman. Anak-anak sekarang bisa belajar apa saja lewat gawai, dari sains hingga seni. Tetapi jika pendidikan tidak ditopang dengan karakter yang kuat, mereka bisa terasing dari budaya sendiri.
Banyak negara punya pengalaman berharga yang bisa kita pelajari. Finlandia, misalnya, menekankan kesetaraan dan memberi kepercayaan besar pada guru. Jepang menanamkan disiplin dan kebersamaan sejak usia dini. Singapura mengaitkan pendidikan dengan arah pembangunan ekonominya. Indonesia tentu tidak bisa menyalin mentah-mentah, tapi semangatnya bisa diambil. Kita memiliki modal besar: budaya yang kaya, semangat gotong royong, serta kearifan lokal yang jika dikawinkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, akan melahirkan pendidikan dengan identitas khas—membumi, tapi tetap berdaya saing global.
Menjelang satu abad kemerdekaan pada 2045, cita-cita “Indonesia Emas” hanya bisa diwujudkan bila pendidikan ditempatkan sebagai prioritas. Generasi emas yang kita harapkan adalah generasi yang sehat, berkarakter, kreatif, dan mampu bersaing secara global. Pendidikan harus inklusif, memastikan tak ada anak yang tertinggal. Ia juga harus menanamkan nilai-nilai integritas, kejujuran, serta semangat gotong royong. Pendidikan yang adaptif dan inovatif akan melahirkan generasi yang siap menghadapi berbagai tantangan, mulai dari krisis lingkungan hingga revolusi teknologi.
Dalam perjalanan ini, perguruan tinggi punya peran penting. Kampus seharusnya tidak hanya menjadi “pabrik gelar”, tetapi juga laboratorium kehidupan. Di sana ilmu bertemu dengan persoalan nyata masyarakat. Melalui riset dan pengabdian, perguruan tinggi bisa melahirkan solusi: teknologi sederhana untuk petani, inovasi energi ramah lingkungan, atau model kewirausahaan sosial yang memberdayakan desa. Kampus juga harus menjadi ruang dialog antara tradisi dan modernitas, agar anak-anak bangsa yang berpendidikan tinggi tetap berakar pada nilai kebangsaan.
Ke depan, ada beberapa langkah yang bisa kita tempuh agar pendidikan semakin membumi:
Ki Hajar Dewantara pernah berpesan: pendidikan itu menuntun, bukan menyeragamkan; membebaskan, bukan membatasi. Pesan ini tetap relevan hingga hari ini. Pendidikan yang membumi adalah pendidikan yang memberi ruang bagi anak untuk tumbuh sesuai kodratnya, namun juga menanamkan nilai-nilai agar mereka siap menghadapi dunia.
Tentu jalan menuju cita-cita ini tidak mudah. Masih ada keterbatasan fasilitas, kesenjangan mutu, birokrasi yang lambat, hingga tantangan global yang terus berubah. Namun justru di tengah segala keterbatasan itu semangat harus terus dijaga. Dengan keyakinan, kerja sama, dan tekad yang kuat, pendidikan Indonesia bisa melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter dan membanggakan.
Pada akhirnya, pendidikan yang membumi adalah bekal terpenting agar Indonesia mampu melangkah maju dengan kepala tegak—berakar kuat pada tanahnya, namun siap menatap dunia dengan percaya diri.