Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) telah menorehkan peran penting selama 70 tahun dalam perjalanan bangsa. ISEI mengusung tiga manifesto, yaitu: (1) mengambil peran positif untuk kemajuan kesejahteraan masyarakat, (2) mengembangkan ilmu ekonomi, dan (3) menyampaikan pemikiran ekonomi yang sejalan dengan falsafah Pancasila. ISEI terus berkontribusi dalam menjawab tantangan pembangunan nasional. Untuk memperingati tujuh dekade ISEI berkiprah, Pengurus Pusat ISEI mengadakan Diskusi Panel sebagai wadah diskusi strategis dengan membahas tiga isu utama yang harus dihadapi perekonomian nasional, ditengah kompleksnya tantangan geopolitik dan ekonomi global, yaitu peningkatan daya saing industri, penguatan ketahanan pangan, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) unggul.
Berdasarkan laporan World Competitiveness Rangking (WCR, 2024) yang dikeluarkan International Institute for Management Development (IMD), peringkat daya saing Indonesia naik dari posisi ke-34 menjadi ke-27. Peningkatan kinerja ekonomi yang signifikan tersebut tidak terlepas dari peran peningkatan daya saing khususnya di sektor industri. Untuk meningkatkan daya saing lebih lanjut dan menjadi terdepan di Asia, strategi pembangunan industri perlu terus dipertajam, khususnya dengan mengoptimalkan peran rantai nilai (value chain), baik lingkup global maupun domestik. Dalam kaitan ini, Pemerintah Prabowo-Gibran telah memperkuat komitmen untuk tetap melanjutkan program hilirisasi industri untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah. Melalui program hilirisasi industri tersebut, diharapkan semua kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan itu, Indonesia juga konsisten mengambil bagian dalam langkah dunia melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap karena transisi energi yang ingin kita wujudkan adalah transisi energi yang berkeadilan (just transition).
Indonesia juga menghadapi masalah serius di sektor pangan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada kuartal-3 mengalami penurunan, yakni hanya sekitar 13,71% (BPS RI, 2024). Di sisi lain, angka malnutrisi masih mencapai 17,7% dari total populasi menurut UNICEF. Situasi ini menunjukkan urgensi untuk memperkuat ketahanan pangan melalui strategi yang lebih terintegrasi. Dalam konteks ini, program Astacita yang dicanangkan Pemerintah Prabowo-Gibran sangat penting dielaborasi dengan tekun dan cermat. Dengan menempatkan sektor pertanian sebagai prioritas, termasuk adopsi teknologi pertanian modern dan perluasan akses pasar bagi petani, penerapan lab-grown food dan mendorong program makan bergizi gratis (MBG) untuk mendorong sisi permintaan menjadi relevan mengarahkan Indonesia akan dapat mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
Keterbatasan konektivitas di Indonesia menjadi hambatan utama dalam pertumbuhan ekonomi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memaparkan bahwa lebih dari 30% daerah terpencil di Indonesia belum memiliki akses infrastruktur yang memadai. Dalam menghadapi ketertinggalan ini, pemerintahan Presiden Prabowo berkomitmen melanjutkan pembangunan infrastruktur strategis, termasuk jalan tol trans-nasional, pelabuhan, dan koneksi digital. Investasi pada infrastruktur tidak hanya akan mempercepat distribusi barang dan jasa tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, terutama di wilayah tertinggal.
Tantangan ketiga yang tidak kalah penting adalah mewujudkan SDM unggul yang mampu bersaing di tingkat global. Berdasarkan laporan Bank Dunia (2022), Human Capital Index (HCI) Indonesia hanya mencapai 0,53. Hal ini mengartikan bahwa anak Indonesia rata-rata hanya akan mencapai 53% dari potensi produktivitasnya saat dewasa. Hal ini diperburuk pasca-pandemi COVID-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (lag of education) selama lebih dari dua tahun bagi sebagian besar pelajar. Sebagai bagian dari Astacita program penguatan pendidikan vokasi, peningkatan kualitas guru, mendorong sekolah unggulan di daerah dan pengembangan riset menjadi prioritas yang harus diakselerasi untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Ketiga isu tersebut harus dihadapi di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Fenomena secular stagnation (SecStag) mengancam pertumbuhan ekonomi global dengan penurunan produktivitas yang meluas. Selain itu, dampak pandemi masih terasa melalui ketidakseimbangan ekonomi, dan potensi perang dagang baru yang dipicu oleh kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump dapat memperburuk ketidakpastian perdagangan internasional. Dalam konteks ini, Indonesia harus mengadopsi strategi yang adaptif dan inovatif, seperti memperkuat kerjasama regional melalui ASEAN dan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi sektor ekonomi.